Banner

Selasa, 26 April 2011

ALTERNATIF DISPUTE RESOLUTION (ADR)/ BADAN PENYELESAIAN SENGKETA (BPS)


Alternative Dispute Resolution
Istilah ADR (Alternative Dispute Resolution) relatif baru dikenal di Indonesia, akan tetapi sebenarnya penyelesaian-penyelesaian sengketa secara konsensus sudah lama dilakukan oleh masyarakat, yang intinya menekankan pada upaya musyawarah mufakat, kekeluargaan, perdamaian dan sebagainya. ADR mempunyai daya tarik khusus di Indonesia karena keserasiannya dengan sistem sosial budaya tradisional berdasarkan musyawarah mufakat.

dalam hal ini dikenal beberapa istilah untuk ADR, antara lain : Pilihan Penyelesaian sengketa (PPS), Mekanisme Alternatif Penyelesaian Sengketa (MAPS), Pilihan Penyelesaian Sengketa di luar pengadilan, dan Mekanisme penyelesaian sengketa secara kooperatif.

Untuk memperoleh gambaran umum tentang tentang apa yang disebut ADR, George Applebey, dalam tulisannya “An Overview of Alternative Dispute Resolution” berpendapat bahwa ADR pertama-tama adalah merupakan suatu eksperimen untuk mencari model-model :
a. Model-model baru dalam penyelesaian sengketa
b. Penerapan-penerapan baru terhadap metode-metode lama
c. Forum-forum baru bagi penylesian sengketa
d. Penekanan yang berbeda dalam pendidikan hukum.

Definisi di atas sangat luas dan terlalu akademis. Definisi lain yang lebih sempit dan akademis dikemukakan oleh Philip D. Bostwick yang menyatakan bahwa ADR merupakan serangkaian praktek dan teknik-teknik hukum yang ditujukan untuk :
a. Memungkinkan sengketa-sengketa hukum diselesaiakan diluar pengadilan untuk keuntungan atau kebaikan para pihak yang bersengketa
b. Mengurangi biaya atau keterlambatan kalau sengketa tersebut diselesaikan melalui litigasi konvensional
c. Mencegah agar sengketa-sengketa hukum tidak di bawa ke pengadilan

Dengan demikian ADR merupakan kehendak sukarela dari pihak-pihak yang berkepentingan untuk menyelesaikan sengketa mereka di luar pengadilan. Oleh karena itu, meskipun masih berada dalam lingkup atau sangat erat dengan pengadilan, tetapi menggunakan prosedur, mekanisme tersebut masih merupakan ADR.

Ketentuan Umum UU No. 30 tahun 1999, Pasal 1 butir 10, disebutkan bahwa ADR adalah lembaga penyelesaian sengketa atau beda pendapat melalui prosedur yang disepakati oleh para pihak, yakni penyelesaian di luar pengadilan dengan cara konsultasi, negosiasi, mediasi, konsolidasi, atau penilaian ahli.

Dalam praktik, hakikatnya ADR dapat diartikan sebagai Alternative to litigation atau alternative to adjudication. Alternative to litigation berarti semua mekanisme penyelesaian sengketa di luar pengadilan, sehingga dalam hal ini arbitrase termasuk bagian dari ADR. Sedangkan Alternative to adjudication berarti mekanisme penyelesaian sengketa yang bersifat konsensus atau kooperatif, tidak melalui prosedur pengajuan gugatan kepada pihak ke tiga yang berwenang mengambil keputusan. Termasuk bagian dari ADR adalah konsultasi, negosiasi, mediasi, konsiliasi, dan pendapat ahli, sedangkan arbitrase bukan termasuk ADR.
Adapun keberadaan ADR terutama ditujukan untuk tercapainya efisiensi yang lebih besar, terutama untuk mengurangi biaya dan keterlambatan serta menghasilkan penyelesaian sengketa yang memuaskan kedua belah pihak.1
tradisi ADR agak berbeda menurut negara dan budaya. Tradisi ADR agak berbeda menurut Negara dan sector. Ada elemen umum yang signifikan yang membenarkan topik utama, dan masing-masing negara atau wilayah perbedaan harus didelegasikan ke sub-halaman. Ada elemen Umum Yang signifikan Utama Yang membenarkan topik, dan masing-masing Negara atau Wilayah Harus penyusutan didelegasikan ke sub-Auditan.

Alternatif penyelesaian sengketa adalah dua jenis bersejarah. Alternatif penyelesaian sengketa adalah doa jenis dan bersejarah. Pertama, metode untuk menyelesaikan sengketa di luar mekanisme peradilan resmi. Pertama, metode untuk menyelesaikan sengketa di Luar mekanisme peradilan resmi. Kedua, metode informal yang melekat pada atau liontin untuk mekanisme peradilan resmi. Kedua, metode Yang melekat atau informal PADA liontin untuk mekanisme peradilan resmi. Ada di samping berdiri bebas dan atau metode independen, seperti program mediasi dan kantor Ombudsman dalam organisasi.
ADR termasuk pengadilan informal, proses medial informal, formal dan proses pengadilan formal medial. ADR termasuk pengadilan informal, proses medial informal, formal dan proses pengadilan formal medial. Bentuk klasik pengadilan formal ADR adalah arbitrase (baik mengikat dan penasihat atau tidak mengikat) dan hakim swasta (baik duduk sendirian, di panel atau lebih percobaan ringkasan juri). Bentuk klasik ADR pengadilan formal adalah arbitrase (Baik mengikat dan penasihat atau regular tidak mengikat) dan Swasta Hakim (Baik Duduk sendirian, di Percobaan lebih panel atau ringkasan Juri). Proses medial klasik formal rujukan untuk mediasi sebelum seorang mediator yang ditunjuk pengadilan atau panel mediasi. Proses klasik rujukan formal medial at untuk mediasi seorang mediator Yang mediasi ditunjuk pengadilan atau panel. Structured mediasi transformatif seperti yang digunakan oleh US Postal Service adalah sebuah proses formal. Structured mediasi transformatif Pembongkaran Yang perlengkapan Dibuat US Postal Service adalah sebuah proses formal. Metode Classic informal termasuk proses-proses sosial, rujukan kepada otoritas non-formal (seperti anggota dihormati perdagangan atau kelompok sosial) dan syafaat. Metode Classic termasuk proses-proses informal sosial, rujukan kepada otoritas non-formal (Pembongkaran anggota dihormati perdagangan atau Kelompok sosial) dan Syafaat. Perbedaan utama antara proses-proses formal dan informal adalah (a) pendency dengan prosedur pengadilan dan (b) kepemilikan atau kurangnya struktur formal untuk penerapan prosedur. Penyusutan Utama ANTARA proses-proses formal dan informal adalah (a) pendency Artikel Baru Prosedur dan pengadilan (b) kepemilikan atau kurangnya ring Prosedur untuk PENERAPAN formal.
Resolusi sengketa alternatif (ADR) (Juga dikenal sebagai penyelesaian sengketa eksternal di beberapa Negara, Di Indonesia ADR juga disebut BPS(Badan Penyelesain Sengketa).


BPS (Badan Penyelesaian Semgketa)
BPS adalah lembaga non structural yang berkedudukan di Kabupaten dan Kota yang mempunyai fungsi “menyelesaikan sengketa diluar pengadilan”. Keanggotaan BPS terdiri dari unsure pemerintah.(konsumen),dan unsure pelaku usaha.
BPS diharapkan dapat mempermudah,mempercepat dan memberikan suatu jaminan kepastian hukum untuk menuntut hak-hak perdatanya kepada pelaku usaha yang tidak benar. Selain itu dapat pula menjadi akses untuk mendapatkan informasi serta jaminan perlindungan hukum yang sama bagi konsuman dan pelaku usaha.
Dalam penanganan dan penyelesaian sengketa,, BPS berwenang melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap bukti surat, dokumen, bukti barang, hasil uji laboratorium, dan bukti-bukti lain, baik yang diajukan oleh konsumen maupun oleh pelaku usaha. Prinsip penyelesaian sengketa di BPS adalah cepat, murah dan  sederhana.
Jenis dan Fitur
Selain pengertian diatas terdapat pula jenis dan fitur ADR atau BPS.
ADR umumnya dibedakan paling tidak menjadi empat jenis: negosiasi, mediasi, konsultasi, konsiliasi, penilaian ahli, penyelesaian masalah melalui pola tradisional lokal dan arbitrase,antara lain :


Negosiasi
Negosiasi (berunding) berasal dari bahasa inggris “Negotiation” yang berati perundingan. Namun secara umum negosiasi dapat diartikan sebagai upaya penyelesaian sengketa para pihak dengan cara berhadapan langsung mendiskusikan secara transparan, harmonis suatu masalah atau sengketa untuk mencapai kesepakatan bersama.

Mediasi
Mediasi berasal dari bahasa inggris yaitu “Mediation” artinya “menengahi”, “penengah”. Jadi, Penengah (Mediator) adalah orang yang memediasi suatu kegiatan. Dalam kontek penyelesaian sengketa, Pola mediasi adalah upaya penyelesaian sengketa dengan cara menengahi para pihak yang bersengketa. Fungsi Mediator adalah sebagai Wasit, yang memutuskan sengketa adalah para pihak yang berperkara. Karena itu Mediator harus benar-benar orang yang bersikap “Netral” dan dapat diterima oleh pihak yang bersengketa. Mediator dapat dipilih dari tokoh masyarakat, tokoh pendidik, tokoh permepuan, tokoh agama, dll yang mengetahui, memahami dan mengerti pokok masalah yang dipilih oleh para pihak yang bersengketa. Mediator yang dipilih bisa bersifat tetap atau ad hoc.

Konsultasi
Konsultasi adalah upaya penyelesaian sengketa dengan cara meminta masukan dari pihak yang diyakini sebagai Narasumber berdasarkan pengetahuan dan pengalaman dapat memfasilitasi penyelesaian sengketa untuk mencapai tujuan bersama. Biasanya, Narasumber yang dimintai konsultasi oleh para pihak adalah Narasumber yang levelnya lebih tinggi dan memiliki kompetensi yang jelas.

Konsiliasi
Konsiliasi dalam bahasa Indonesia diartikan sebagai usaha mempertemukan pihak yang berselisih untuk mencapai persetujuan dalam rangka penyelesaian sengketa. Konsiliasi dapat diserahkan kepada sebuah Tim (Konsiliator) yang berfungsi menjelaskan fakta-fakta, membuat usulan-usulan penyelesaian, tetapi sifatnya tidak mengikat. Konsiliator dapat dibentuk bersifat tetap dan ad hoc.

Penilaian Ahli
Penilaian Ahli adalah suatu upaya mempertemukan pihak yang berselisih dengan cara menilai pokok sengketa yang dilakukan oleh seorang atau beberapa orang ahli di bidang terkait dengan pokok sengketa untuk mencapai persetujuan. Penilaian ahli berupa keterangan tertulis yang merupakan hasil telaahan ilmiah berdasarkan keahlian yang dimiliki untuk membuat terang pokok sengketa yang sedang dalam proses. Penilaian ahli ini dapat diperoleh dari seseorang atau Tim ahli yang dipilih secara ad hoc.

Pola Tradisi Lokal
Penyelesaian masalah dengan pola tradisi lokal yang hidup dan berlaku di masyarakat adat dapat dipandang cukup efektif dan efisien. Paling tidak dari sisi waktu dan biaya penyelesaian sengketa tidak memerlukan waktu dan biaya yang cukup lama. Pola penyelesaian dengan pendekatan ini tidak sama dengan pola penyelesaian masalah ketika hukum adat masih berlaku. Agar hasil keputusannya mempunyai kekuatan hukum, maka para pihak wajib mendaftarkan ke Pengadilan Negeri untuk ditetapkan dengan penetapan Pengadilan.

Arbitrase
Arbitrase berasal dari bahasa latin arbitrare yang berarti kekuasaan untuk menyelesaikan suatu perkara menurut kebijaksanaan. Dalam hal ini ditunjuk satu atau beberapa orang yang diberi kewenangan untuk memutuskan suatu perkara. Hampir sama dengan mediasi dimana penyelesaian perkara melibatkan pihak ketiga. Namun bila dalam mediasi mediator tidak berhak memutus perkara sedang arbitrator memiliki kewenangan untuk memutuskan suatu perkara.



Mengenal  BPSK
BPSK adalah lembaga non struktural yang berkedudukan di Kabupaten dan Kota yang mempunyai fungsi ”menyelesaikan sengketa konsumen di luar pengadilan”. Keanggotaan BPSK terdiri dari unsur Pemerintah, konsumen dan unsur pelaku usaha.
BPSK diharapkan dapat mempermudah, mempercepat dan memberikan suatu jaminan kepastian hukum bagi konsumen untuk menuntut hak-hak perdatanya kepada pelaku usaha yang tidak benar. Selain itu dapat pula menjadi akses untuk mendapatkan informasi serta jaminan perlindungan hukum yang sama bagi konsumen dan pelaku usaha.
Dalam penanganan dan penyelesaian sengketa konsumen, BPSK berwenang melakukan penelitian dan pemeriksaan terhadap bukti surat, dokumen, bukti barang, hasil uji laboratorium, dan bukti-bukti lain, baik yang diajukan oleh konsumen maupun oleh pelaku usaha. Prinsippenyelesaian sengketa di BPSK adalah cepat, murah dan sederhana.
Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen disingkat sebagai BPSK adalah salah satu lembaga peradilan konsumen berkedudukan pada tiap Daerah Tingkat II kabupaten dan kota di seluruh Indonesia sebagaimana diatur menurut Undang-undang No.8 tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen bertugas utama menyelesaikan persengketaan konsumen di luar lembaga pengadilan umum, BPSK beranggotakan unsur perwakilan aparatur pemerintah, konsumen dan pelaku usaha atau produsen yang diangkat atau diberhentikan oleh Menteri, dalam menangani dan mengatur permasalahan konsumen, BPSK memiliki kewenangan untuk melakukan pemeriksaan atas kebenaran laporan dan keterangan dari para pihak yang bersengketa, melihat atau meminta tanda bayar, tagihan atau kuitansi, hasil test lab atau bukti-bukti lain, keputusan Badan Penyelesaian Sengketa Konsumen (BPSK) bersifat mengikat dan penyelesaian akhir bagi para pihak.

KONSUMEN
Perlindungan Konsumen adalah segala upaya yang menjamin adanya kepastian hukum untuk memberikan perlindungan kepada konsumen
Konsumen adalah setiap orang pemakai barang dan/atau jasa yang tersedia dalam masyarakat, baik bagi kepentingan diri sendiri, keluarga, orang lain, maupun makhluk hidup lain dan tidak untuk diperdagangkan
Dasar hukum perlindungan konsumen
Pada hakekatnya, terdapat dua instrumen hukum penting yang menjadi landasan kebijakan perlindungan konsumen di Indonesia, yakni:
Pertama, Undang-Undang Dasar 1945, sebagai sumber dari segala sumber hukum di Indonesia, mengamanatkan bahwa pembangunan nasional bertujuan untuk mewujudkan masyarakat adil dan makmur. Tujuan pembangunan nasional diwujudkan melalui sistem pembangunan ekonomi yang demokratis sehingga mampu menumbuhkan dan mengembangkan dunia yang memproduksi barang dan jasa yang layak dikonsumsi oleh masyarakat.
Kedua, Undang-Undang No. 8 Tahun 1999 tentang Perlindungan Konsumen (UUPK). Lahirnya Undang-undang ini memberikan harapan bagi masyarakat Indonesia, untuk memperoleh perlindungan atas kerugian yang diderita atas transaksi suatu barang dan jasa. UUPK menjamin adanya kepastian hukum bagi konsumen.






Tujuan Perlindungan Konsumen
Sesuai dengan pasal 3 Undang-undang Perlindungan Konsumen, tujuan dari Perlindungan Konsumen adalah :
  1. Meningkatkan kesadaran, kemampuan dan kemandirian konsumen untuk melindungi diri,
  2. Mengangkat harkat dan martabat konsumen dengan cara menghindarkannya dari ekses negatif pemakaian barang dan/atau jasa,
  3. Meningkatkan pemberdayaan konsumen dalam memilih, menentukan dan menuntut hak-haknya sebagai konsumen,
  4. Menciptakan sistem perlindungan konsumen yang mengandung unsur kepastian hukum dan keterbukaan informasi serta akses untuk mendapatkan informasi,
  5. Menumbuhkan kesadaran pelaku usaha mengenai pentingnya perlindungan konsumen sehingga tumbuh sikap yang jujur dan bertanggungjawab dalam berusaha,
6.    Meningkatkan kualitas barang dan/atau jasa yang menjamin kelangsungan usaha produksi barang dan/atau jasa, kesehatan, kenyamanan, keamanan dan keselamatan konsumen.
Azas Perlindungan Konsumen
  1. Asas Manfaat; mengamanatkan bahwa segala upaya dalam penyelenggaraan perlindungan konsumen harus memberikan manfaat sebesar-besarnya bagi kepentingan konsumen dan pelaku usaha secara keseluruhan,
  2. Asas Keadilan; partisipasi seluruh rakyat dapat diwujudkan secara maksimal dan memberikan kesempatan kepada konsumen dan pelaku usaha untuk memperoleh haknya dan melaksanakan kewajibannya secara adil,
  3. Asas Keseimbangan; memberikan keseimbangan antara kepentingan konsumen, pelaku usaha, dan pemerintah dalam arti materiil ataupun spiritual,
  4. Asas Keamanan dan Keselamatan Konsumen; memberikan jaminan atas keamanan dan keselamatan kepada konsumen dalarn penggunaan, pemakaian dan pemanfaatan barang dan/atau jasa yang dikonsumsi atau digunakan;
5.    Asas Kepastian Hukum; baik pelaku usaha maupun konsumen mentaati hukum dan memperoleh keadilan dalam penyelenggaraan perlindungan
Hak-hak Konsumen
Sesuai dengan Pasal 5 Undang-undang Perlindungan Konsumen, Hak-hak Konsumen adalah :konsumen, serta negara menjamin kepastian hukum.
  1. Hak atas kenyamanan, keamanan dan keselamatan dalam mengkonsumsi barang dan/atau jasa;
  2. Hak untuk memilih barang dan/atau jasa serta mendapatkan barang dan/atau jasa tersebut sesuai dengan nilai tukar dan kondisi serta jaminan yang dijanjikan;
  3. Hak atas informasi yang benar, jelas dan jujur mengenai kondisi dan jaminan barang dan/atau jasa;
  4. Hak untuk didengar pendapat dan keluhannya atas barang dan/atau jasa yang digunakan;
  5. Hak untuk mendapatkan advokasi, perlindungan dan upaya penyelesaian sengketa perlindungan konsumen secara patut;
  6. Hak untuk mendapat pembinaan dan pendidikan konsumen;
  7. Hak untuk diperlakukan atau dilayani secara benar dan jujur serta tidak diskriminatif;
  8. Hak untuk mendapatkan kompensasi, ganti rugi/penggantian, apabila barang dan/atau jasa yang diterima tidak sesuai dengan perjanjian atau tidak sebagaimana mestinya;
9.    Hak-hak yang diatur dalam ketentuan peraturan perundang-undangan lainnya.
Pelaku Usaha

Pelaku Usaha adalah setiap orang perorangan atau badan usaha; berbentuk badan hukum maupun bukan badan hukum yang didirikan dan berkedudukan atau melakukan kegiatan dalam wilayah hukum negara Republik Indonesia, baik sendiri maupun bersama-sama melalui perjanjian menyelenggarakan kegiatan usaha dalam berbagai bidang ekonomi.
Apakah AIA itu?
Arbitrase Internasional Asosiasi adalah Organisasi non-profit, didirikan di Paris Pada tahun 2001 Dibuat Johan Billiet. Asosiasi Arbitrase Internasional telah peningkatan jumlah anggota antara arbiter dan mediator dari latar belakang internasional. Asosiasi Arbitrase Internasional telah peningkatan Aset anggota ANTARA arbiter dan mediator Dari latar belakang internasional.

Asosiasi ini didirikan dengan tujuan untuk memfasilitasi arbitrase, mediasi dan bentuk umum penyelesaian sengketa internasional. Asosiasi Suami didirikan Artikel Baru Composition Komposisi untuk memfasilitasi arbitrase, dan mediasi Bentuk Umum penyelesaian sengketa internasional.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar

LinkWithin

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...
Cafe Bisnis Online